10/07/11

Menggalau di Festival Gamelan Yogyakarta

Eee penontooonnn.....

Makan duku di pinggir jalan
Daripada malam minggu galau mending nonton gamelan

Ngeekk! Garing yeee.... HAHAHAHA

Etapi seriusan, saya baru tau ada semacam festival gamelan yang diselenggrain tiap tahun di Jogja. Dan ini udah yang ke enam belas kalinya. Enam belas kalinya sodara-sodara! Kemana aja saya sampe baru tau yeee?

Saya nggak dari mana-mana kok. Teman saya tuh yang dari mana ajaaa sampe baru ngasih infonya baru taun ini. Laahh.... Ini salah siapa sih jadinya? Salah guweeh apa temen guweehh? HAHAHA

Baiklah, semua berawal dari ajakan teman kos demi menghindari kegalauan di malam libur ngapel karna pacar jauh di seberang lautan sana. (Mampus! Jadi curhat begini) :))
Dan saya tidak menyesal telah datang ke acara beginian meski di awal sudah berekspektasi yang bukan-bukan, seperti,

"Dih! Ni yang nonton mesti udah aki-aki semua

atau 

"Bawa jaket tebel ah. Lumayan buat tiduran di sana"
Heloowww! Secara ini gamelan gitu yaa.......... jadi bayangan saya nggak jauh-jauh dari pertunjukan wayang yang full pake bahasa Jawa Kromo Inggil yang saya nggak ngerti dan bikin ngantuk juga yang nonton udah aki-aki gitu. Ternyata saya salah sodaraah-sodaraahhh! Yang nonton 80% persen anak muda.

Dan pertunjukkan Gamelannya?

BOMBASTIS, FUTURISTIK, DINAMIS, SADIS, ngeri dah pokoknya.

Kata abg-abg galau jaman sekarang " Baggooss geellaaa"

"TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Komunitas Gayam 16 kembali menggelar Festival Gamelan Yogyakarta pada tahun ini. Festival yang difokuskan di Taman Budaya Yogyakarta itu berlangsung 7-9 Juli 2011. Festival ke 16 kali ini, mengambil tema therapy for life. Melalui tema itu, festival memiliki pesan bahwa gamelan bukan sekedar alat musik. Melainkan lebih dari itu, yakni dapat menjadi sarana yang membantu hidup manusia lebih harmonis."

http://www.tempointeraktif.com/hg/sastra_dan_budaya/2011/07/08/brk,20110708-345606,id.html
Dari 3 malam penyelenggaraan, saya cuma nonton 2 malam terakhir. Lumayanlah, daripada nggak sama sekali. Hehehe Di 2 malam terakhir itu ada 7 penampil, masing-masing 4 penampil di Jumat malam, dan 3 penampil di Sabtu malam. Masing-masing kelompok penampil punya filosofinya sendiri-sendiri. Itu yang menarik perhatian saya. Menyimak filosofi musik mereka.

Setiap malam, penampil pertama selalu dibuka kelompok pemusik Gamelan anak-anak. Yang sempat saya saksikan Adkar Java Musik (Yogyakarta) dan dari Gamelan Bocah (Yogyakarta). Untuk malam pertama saya nggak tau kelompok mana. Jelas donk yee kenapa?

Musiknya ceria dan riang. Khas anak-anak. Ditimpali gojegan-gojegan polos ala anak-anak. Lucu gitu ngeliatnya. Oh ya.... salah satu pemusik dari Gamelan Bocah konon merupakan cucu salah satu pelawak terkenal Indonesia. Saya lupa siapa. Bukaann! Bukaan cucunya Sule atau Andre Taulani. Pokoknya bukan! Dan kayaknya bakat kakeknya nurun tuh. Kocak abis daaan.... banci panggung! HAHAHA 
 
Adkar Java Musik

Gamelan Bocah

Penampil kedua dari Alex Dea and Friends. Waktu dia bilang Friends, kata "s" dia akhir kata Friend itu betul-betul bermakna jamak. Karna Friendsnya ada sekitar 60 orang. Ajegileee! Penuh deh tu panggung. HAHAHA.

Mengambil tema "Everyone, Everywhere and Everytime"
Musiknya cuma terdiri dari 8 ketukan dan di akhir ketukan ditutup bunyi gong besar. Meski begitu si Alex Dea n Friends membuatnya tetap terdengar harmonis dan asik. Yaaa musiknya cuma gitu-gitu doank sebenernya. Tang Ting Tung Tang Ting Tung Tang Ting GOONG!  Tang Ting Tung Tang Ting Tung Tang Ting GOONG! Gituuu terus sampe akhir. Alex Dea nya memang bilang sih, musik mereka merupakan jenis musik sederhana dalam irama Gamelan. Tapi tetap punya inti dan makna.

Apa?

Ya itu tadi.... Everyone artiya tiap orang bisa memainkkannya. Gamelan bisa dimainkan siapa aja. Terbukti di kelompok ini terdiri dari anak-anak sampe yang aki-aki, laki-laki maupun perempuan.

Sementara konsep Everywhere ditunjukkan dengan beberapa orang asing yang tergabung. Ada yang dari U.S.A, Taiwan, Jepang, Jawa, Indonesia. Oh iya... Alex Dea sendiri saya tebak merupakan Japanesse. Kelompok ini sudah Indent untuk tampil di Festival Gamelan sejak setahun yang lalu. Niat bener yaa?

Kemudian Everytime itu.... saya lupa. Sepertinya karena konsep iramanya sederhana jadinya kapanpun cocok untuk dimainkan. Kayaknya loh yaa.....

Alex Dea jadi semacam Instruktur atau Konduktor di depan. Dia yang ngasih instruksi ke pemusik-pemusik lainnya. Intinya harmonisasi ke enampuluh orang ini dalam menyesuaikan ketukan-ketukannya keren abislah!

Alex Dea dan 60 Friends-nya

Penampil selanjutnya masih orang asing. Rene Lysloff  dari USA, dibantu mbak Putri dan mas Ari. Dua orang terakhir Indonesia. Mister Rene ini dosen di Universitas apaa gitu dan punya keahlian memainkan gendang Banyumas. Tapi kali ini dia cuma duduk-duduk sambil mainin laptop, gak main gendang. Semacam mix and match kan bunyi gamelan dengan bunyi-bunyi lain. Dibagi tiga sesi. Lagu alam, sosial, sama lupaa satunya apa. hehehe 

Nah pas sesi lagu alam mulai, bau dupa mulai kecium. Untuk menambah efek dramatisasi suasana alamnya. Dan emang dapet banget, Berasa ada di alam.

Untuk sesi lagu ke dua dan tiga, saya los! Nggak dapet. Bagi saya pusi musikalisasi atau apalah itu yang dibawain mbak Putri terlalu benderang hingga efek kontemplasinya nggak maksimal kayak di sesi yang pertama. Males aja rasanya denger dia bawa-bawa nama
pemerintah. Bolak-balik nyalahin pemerintah. Capek nggak sih ngomongin pemerintah mulu gara-gara kebakaran hutan? hahaha

Menurut mister Rene musik dia adalah musik anti-hiburan. Tidak semua pertunjukan harus punya sisi yang menghibur. Dan musiknya adalah musik yang mengajak berfikir. Pantess saya bosen! Gak mikir sih! hahaha, laaah saya kan tujuan nonton ini buat nambah hiburan bukan nambah pikiran! Gimana sih Misteerrrr?!!! Heuu..... 
 
Rene Lysloff yang duduk di tengah :)
Penampil Terakhir di Jumat malam dari Pusat Kesenian Balemong (Ungaran). Tapi maaf, saya nggak bisa cerita untuk yang ini. Anggap saja saya sudah tertidur ketika kelompok pemusik ini tampil. Anggap saja begitu yaa..... :))

Pusat Kesenian Balemong (kayaknya, :p)
Next, 2 penampil di Sabtu malam. Rasamaya (Solo) dan Mandi Laras (Pamekasan, Madura).

Rasamaya terdiri dari sekitar 7 orang dengan latar belakang kesenian yang beda-beda. Tapi semuanya expert di bidang musik Gamelan. Terbukti dengan penampilan mereka yang cihuy padahal baru ngumpul dan latihan Sabtu pagi. Kalo mas mas nya nggak bilang, nggak  bakal nyangka kalo mereka baru latihan sehari doank. Maklum, ke 7 orang ini tersebar di beberapa kota dan punya kendala untuk latiahan rutin.

Rasamaya

" Kalo latihan, anggota kami selalu rajin untuk hadir...... dalam bentuk sms" jiaaah masnya curhat! hahaha

Di salah satu lagu, mereka mencoba mengeksplorasi bunyi gong. Menggunakan semacam tali untuk menghasilkan efek bunyi gong yang menderu panjang. 

Hasilnya?

Kook serem ya menurut saya. Mistis. Apalagi si mbak-mbak vokalis memadukannya dengan suara tawa yang intensitasnya semakin meninggi. Di akhir lagu....... dia ketawa setan! Jadinya ya gitu, mistis! Tapi tetep keren kok. Mistis mistis asiklah, hahaha

Oh ya nama Rasamaya sendiri merupakan filosofi dari keberadaan mereka yang jarang berkumpul dalam bentuk fisik. Hanya berkomunikasi lewat telfon atau email. Tetapi dapat tetap menyatukan semua rasa yang mereka punya untuk bermusik. Rasamaya. Gitu kata mas-mas salah satu anggotanya.

Closing untuk acara Festival Gamelan Yogyakarta tahun ini benar-benar klimaksnya.

Mandilaras. 

Ampuuuunnnn! Ini yang paling top menurut saya. Musik mereka benar-benar energik dan menghentak-hentak. Si vokalis punya gaya anak band. Tapi pinterr ngajiiii! Gantengnya amit-amit. Loh ini bahas apa jadinya? hahaha

Datang dari timur pulau Jawa, Pamekasan. Sekitar 2o orang pemusik gamelan dari Madura ini benar-benar....... appaaa yaaa? All out. Standing applause deh. Ada musik tradisional asal daerah leluhur mereka sendiri Madura, ada Gambang suling, Shalawatan, lagu taubat, Bagimu Negri sampe lagu Wali! Komplit. Musik gamelannya ngajak goyang banget. Menghilangkan batas antara penampil dan penonton. Dan emang..... beberapa orang dengan noraknya bergoyang ala penonton konser dangdut kampung. Najis! ahaha.

Saya lupa mereka membawakan berapa lagu. Yang paling banyak sepertinya dari semua penampil. Maklum, request penonton juga gak mau berhenti. Di akhir-akhir pertunjukkan, sebelum benar-benar selesai..... Mandilaras mengajak penonton untuk sama-sama menyanyikan lagu " Padamu Negri" tanpa musik. Penoton diminta berdiri. Ada yang mengibar-ngibarkan bendera Merah Putih. Hiks, terharu......

Mandilaras yang bikin speechless
Contoh anak muda yang inget agama inget bangsa dan gak malu sama yang katro-katro. *nangis



Dan yaaa Mandilaras adalah favorit saya. :))

Uhmm baiklah karna sudah begitu panjang mari kita tutup posting kali ini dengan pantun sepanjang masa,

Kalo ada sumur di ladang
Boleh kita menumpang mandi
Kalo ada postingan panjang
Baru bisa kita ngeblog lagi


Ngeeek!! HAHAHA